Salah satu sudut penampakan KL Sentral di Kuala Lumpur. |
Setelah menceritakan sekilas perihal KLIA 2, sekarang kami akan menceritakan sedikit perihal kota Kuala Lumpur. Menurut kami kalau dari KLIA 2 eksklusif ke Genting Highland Resort kurang pas. Sebab di Genting bekerjsama tidak ada apa-apa kecuali sebuah tempat wisata di puncak bukit. Kalau Anda tahu yang namanya Puncak di Bogor atau Tretes di Malang, kurang lebih sama. Hanya saja ini lebih tinggi, lebih bagus dan lebih gila dengan kemudahan yang cukup keren.
Kalau pikiran kita cepat-cepat ke sana lalu mau berjam-jam main kasino rasanya bikin capek. Belum tentu menang juga. Menang sekitar MYR 300 - 700 mungkin bisa tetapi apakah benar-benar ingin beranjak sebelum ludes lagi? Mencari uang mengandalkan datang eksklusif ke kasino bukan pilihan brilian di kala digital ketika ini. Tetapi kalau sambil berekreasi jalan-jalan ya okelah. Saat ini boleh dibilang semua bentuk taruhan entah itu togel, forex, indeks, transaksi finansial, bola atau kasino bisa dilakukan lewat komputer. Salah satunya dengan mendaftar di 188BET. Nanti kita akan dongeng soal Genting Highland ini. Sekarang kita bicarakan Kuala Lumpur dulu.
Kata orang Kuala Lumpur bisa bikin bosan. Ini benar adanya. Sebab kota ini sangatlah kecil dibandingkan kota Jakarta. Muter-muter lama-lama ya itu-itu juga. Satu ahad di Kuala Lumpur sudah lebih dari cukup karena pada dasarnya tempat wisatanya mirip-mirip Jakarta. Paling banter kita ke mal atau museum. Mal di mana-mana ya itu-itu juga. Tempat makan, ngopi, belanja-belanja habisin duit, nonton, ngobrol ngalor ngidul soal cewek, prediksi bola, masa depan, problem keluarga, problem bisnis, dsb. Benar-benar bikin bosan kalau terus-terusan ke mal.
Yang membedakan Kuala Lumpur dengan semua kota di Indonesia yaitu tatakotanya yang lebih rapi dan teratur. Mungkin warisan budaya Inggris ikut besar lengan berkuasa terhadap kemajuan Malaysia dibandingkan Indonesia yang mewarisi budaya jajahan Belanda. Pada masa penjajahan Belanda dulu, kita suka diadu domba dengan politik divide et impera. Hasilnya hingga sekarang masih terasa di mana kita masih saling curiga entah itu atas dasar suku, agama, partai politik, kepentingan pribadi, kebodohan, dsb. Di Aceh orang Aceh memusuhi orang Jawa, di Kalimantan orang Dayak memusuhi orang Madura, di Bali orang Bali mencurigai orang Jawa karena sering meneror bom, dsb.
Contoh lain misalnya Ahok dari etnis Cina yang menjadi gubernur DKI Jakarta. Banyak yang menolak dengan dasar warisan divide et impera berbalut agama, dsb. Padahal patokan agama sejati bekerjsama yaitu benar melawan salah, baik melawan jahat. Memilih yang bersih dibandingkan yang kotor. Ini tidak! Kalau mau berpikir cerdas kita biarkan saja Pak Ahok membereskan Jakarta. Toh tidak selamanya seseorang memimpin ibukota. Ini sama saja menyerupai kita mengupah seseorang membesarkan perusahaan kita. Misalnya ada orang bule yang hebat dan bisa membesarkan perusahaan kita, apakah karena beliau bule lalu kita tolak? Ini terbelakang sekali! Sama saja membiarkan perusahaan kita kalah bersaing. Gitu aja kok repot? Lagian belum tentu kita yang menolaknya jauh lebih hebat dan mampu. Kalau bisa tentu saja Pak Ahok tidak akan menjadi gubernur menyerupai sekarang ini.
Bagi kami siapapun jadi presiden atau gubernurnya sama saja selama beliau bisa dan tidak korupsi. Mau si A atau si B sama saja karena toh hidup kita tidak akan ada perubahan. Apakah kalau Jokowi jadi presiden lantas kita yang jadi pegawai kantor otomatis jadi direktur? Tukang cukur tetap saja mencukur, tukang beras tetap saja jualan beras bukannya jualan emas. Lalu mengapa dipusingkan soal urusan memilih pemimpin? Jangan mau dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk kepentingan mereka.
KL Sentral
KL Sentral itu semacam pusat transportasi di Kuala Lumpur. Ya menyerupai stasiun Gambir di Jakarta Pusat. Hanya saja KL Sentral lebih tertata dan dikelola dengan lebih baik. Saran kami kalau mau ke mana-mana patokannya yaitu KL Sentral. Maka itu paling bagus cari hotel menginap tidak jauh-jauh dari KL Sentral alasannya yaitu memudahkan kita mencari transportasi publik menyerupai bus, kereta cepat (komuter) atau monorel. Dari sini ke mana-mana gampang bahkan harus ke Singapura sekalipun dengan naik bus karena memang menjadi pusat transportasi.
Pudu Sentral
Pudu Sentral dulu namanya Pudu Raya. Sedikit menyerupai KL Sentral hanya saja tidak selengkap dan semegah KL Sentral. Boleh dibilang Pudu Sentral menyerupai terminal bus dalam kota atau bus antar kota. Kalau dibandingkan Jakarta mungkin menyerupai terminal Kampung Rambutan di Jakarta Timur atau terminal Blok M di Jakarta Selatan. Yang membedakannya yaitu Kampung Rambutan itu di pinggir kota sedangkan Pudu Sentral di pusat kota. Sedangkan perbedaannya dengan Blok M, Pudu Sentral ini lengkap semua jalur bus kota bahkan luar kotanya. Blok M hanya untuk dalam kota.
Bukit Bintang
Merupakan salah satu wilayah yang terkenal akan kehidupan malamnya. Mungkin mirip-mirip Mangga Besar di Jakarta namun tidak seheboh Jakarta. Di sini kita bisa menemukan banyak tempat makan minum kaki-5, restoran, hotel, tempat nongkrong, tempat belanja, mal, dsb. Menginap di daerah ini juga bisa dijadikan alternatif alasannya yaitu banyak hotel atau motel murah. Dari Bukit Bintang ini juga mudah ke mana-mana alasannya yaitu bisa menggunakan monorel di mana nama stasiun tempat kita turun yaitu IMBI.
Ada banyak mal atau tempat berbelanja di Bukit Bintang. Boleh dibilang surga belanja ada di daerah ini. Salah satunya misalnya Berjaya Times Square yang merupakan salah satu mal terbesar dan tertua di Kuala Lumpur. Tak jauh dari sini juga bisa ke Sungai Wang Plaza, Alor Street...bahkan berjalan kaki hingga ke Pavilion atau Pertronas juga bisa. Asal kuat jalan saja. Banyak kok yang berjalan kaki.
Salah satu sudut kota daerah Bukit Bintang, Malaysia. Tampak ada monorel terkoneksi. |
Alor Street
Namanya Jalan Alor. Tempat masakan paling terkenal di Kuala Lumpur. Kanan kiri semuanya penjual makanan di mana bisa duduk makan di tepi jalan yang ramai sekali. Banyak turis atau orang bule makan di sini atau cuma ngebir. Pokoknya keren sekali. Makin malam makin ramai kecuali hujan. Kalau mau dimirip-miripkan di Indonesia mungkin menyerupai Kia-Kia di Jalan Kembang Jepun, Surabaya. Cuma ya itu tadi, tidak ada yang diurus dengan benar di Indonesia. Kia-Kia Surabaya pun sudah lama tutup dan tinggal kenangan meski konon Amien Rais, Aa Gym, dan banyak tokoh terkenal pernah makan di sana. Tak ada urusan ekonomi yang bisa bertahan lama di Indonesia kecuali dilakukan dengan modus KKN atau korupsi.
Suasana Alor Street masih pagi dan tampak sepi. Malam gres ramai. |
Petaling Jaya
Kalau ini lebih menyerupai Pasar Baru di Jakarta Pusat. Tempat jualan kaki lima. Cuma hanya sebatas satu satu ruas jalan yang memiliki beberapa kelokan. Di sini juga ada beberapa hotel dengan tarif murah. Perbedaannya dengan Indonesia yaitu penjualan dvd atau cd bajakan kaki-5 di Indonesia jauh lebih top markotop. Di Kuala Lumpur tidak sehebat Indonesia soal pelanggaran hak ciptanya. Luar biasa! Makanya percuma sekolahin bawah umur kita pintar-pintar hingga ke luar negeri. Ujung-ujungnya juga akan dibajak. Salah satu teladan misalnya Anda menemukan artikel-artikel bola yang mirip-mirip dengan yang kami tulis di sini. Nah itu juga copy paste dari kami. Apakah Anda mau join taruhan bola di sana? Bisa-bisa dikaburin nanti uang kita karena mentalitas awal si pengelola sudah tidak beres dari awal. Tidak bisa gaji karyawan untuk menulis sehingga menjiplak mentah-mentah goresan pena orang lain. Artinya tidak punya modal berbisnis, bagaimana bisa membayar kalau pemain menang?
Petaling Street tempat jualan kaki-5 menyerupai Pasar Baru di Jakarta Pusat. |
Menara Petronas
Petronas yaitu nama perusahaan minyak nasional di Malaysia. Kalau di Indonesia yaitu Pertamina. Menara Petronas merupakan ikon ibukota Malaysia karena merupakan salah satu gedung pencakar langit termodern dan tertinggi di Asia Tenggara. Di bawahnya yaitu mal atau pusat berbelanja. Tak heran setiap malam atau pagi akan ada banyak orang mengambil foto di sekitar sini. Berjalan kaki ke Petronas dari beberapa wilayah di Kuala Lumpur juga memungkinkan. Banyak kok orang berjalan kaki ke sana.
Menara Petronas yang menjadi pujian warga Malaysia. |
Selain beberapa tempat yang kami sebutkan di atas, masih ada lagi misalnya Istana Negara Malaysia, Monumen Nasional, Menara Kuala Lumpur, Kuala Lumpur City Centre (KLCC), Masjid Negara, Legoland, Central Market, Taman Burung, dsb. Atau bisa juga berpindah ke luar kota menyerupai ke Penang, Malaka, dst. Sayangnya kami belum pernah ke sana secara khusus dan belum bisa menunjukkan panduan terbaru.
Menyapa Orang
Oya, satu hal yang mungkin perlu diketahui yaitu memanggil atau menyapa orang. Supir taksi di sana bisa saja orang melayu, cina atau india. Sebab ketiga suku inilah yang mempersatukan Malaysia. Untuk memanggil supir taksi atau siapa saja yang lebih tua, secara umum bisa panggil "uncle" yang artinya paman. Atau bisa juga gunakan bapak atau ibu karena bahasa melayu yaitu sama menyerupai bahasa Indonesia. Namun rata-rata untuk orang melayu kita bisa gunakan panggilan: "pak cik" untuk yang lebih bau tanah laki-laki, sedangkan "mak cik" untuk perempuan yang lebih tua. Untuk etnis cina bisa memanggil "uncle" untuk yang laki-laki dan "aunty" untuk yang perempuan. Kalau untuk orang india belum begitu paham mesti dipanggil apa yang lebih akrab. Mungkin bisa menjiplak panggilan Upin Ipin yang ada di film barangkali.
Menyapa Orang
Oya, satu hal yang mungkin perlu diketahui yaitu memanggil atau menyapa orang. Supir taksi di sana bisa saja orang melayu, cina atau india. Sebab ketiga suku inilah yang mempersatukan Malaysia. Untuk memanggil supir taksi atau siapa saja yang lebih tua, secara umum bisa panggil "uncle" yang artinya paman. Atau bisa juga gunakan bapak atau ibu karena bahasa melayu yaitu sama menyerupai bahasa Indonesia. Namun rata-rata untuk orang melayu kita bisa gunakan panggilan: "pak cik" untuk yang lebih bau tanah laki-laki, sedangkan "mak cik" untuk perempuan yang lebih tua. Untuk etnis cina bisa memanggil "uncle" untuk yang laki-laki dan "aunty" untuk yang perempuan. Kalau untuk orang india belum begitu paham mesti dipanggil apa yang lebih akrab. Mungkin bisa menjiplak panggilan Upin Ipin yang ada di film barangkali.
0 comments:
Post a Comment